Mangku Mokoh Naik ke Puncak saat Gunung Agung Erupsi, Ini Fakta Baru yang Ditemuinya
AMLAPURA - Mangku Mokoh, warga Banjar Pura Gae, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali kembali nekat mendaki ke puncak Gunung Agung meski kondisinya sedang fase kritis.
Ia pun harus melewati debu setebal 1 meter hingga bisa sampai ke puncak gunung.
Mangku Mokoh kembali naik ke puncak Gunung Agung bersama mertuanya yang sudah berusia renta yakni 71 tahun pada Rabu (13/12/2017).
Waktu itu adalah tepat 42 hari setelah ia naik pada Hari Raya Galungan.
Mangku Mokoh dan mertuanya mulai mendaki sekitar pukul 00.00 Wita atau tepat tengah malam, dan baru tiba di puncak kawah Gunung Agung sekitar pukul 07.00 Wita.
Selama perjalanan menuju ke puncak, Mangku Mokoh mengaku jalan-jalan yang biasanya jadi jalur pendakian sudah berubah drastis akibat tebalnya abu vulkanik yang sekarang sudah mencapai sekitar satu meter.
Perlahan demi perlahan Mangku Mokoh bersama mertuanya harus membuat jalan baru.
Mereka pun harus sangat berhati-hati karena sedikit saja salah menaruh kaki, resikonya bakalan terjatuh.
“Jalannya sangat licin. Apalagi abu itu kalau kena air cepat sekali mengalir,” kata pria berambut gondrong ini saat ditemui di sebuah warung di Desa Pempatan, Karangasem, Kamis (14/12/2017) kemarin.
Di lereng-lereng Gunung Agung, mereka sesekali menemukan monyet-monyet yang berkeliaran.
Monyet-monyet ini sebelumnya kerap mereka jumpai di sekitaran puncak Gunung Agung.
Setiba di atas puncak kawah, Mangku Mokoh dan mertuanya beristirahat sejenak.
Belum lama sempat duduk, suara gemuruh bak mesin pesawat terbang tiba-tiba mucul dari dalam kawah Giri Tohlangkir.
Asap pekat mengepul keluar dari kubah lava yang sudah terbentuk.
Hasil pengamatannya saat berada di sekitar kawah Gunung Agung, Mangku Mokoh mengaku tidak mencium bau belerang.
Itu sebabnya, mereka tidak mengenakan masker saat berada di puncak.
“Bau belerang kemarin enggak ada. Enggak bau. Justru yang sangat keras baunya pada saat saya naik Hari Raya Galungan itu,” ungkap Mangku Mokoh.
Kondisi kawah gunung agung saat ia naik kemarin benar-benar sudah berubah dari yang sebelumnya.
Kawah Gunung Agung saat ini sudah dipenuhi oleh cairan yang ia sebut bak air got, dan di tengahnya terdapat banyak rekahan-rekahan yang jumlahnya ratusan titik.
“Di kawahnya memang pasir ada, bebatuan ada, dan abu masih banyak. Kalau asap di pinggir dasar kawah di kelilingi asap. Paling banyak di tengah. Nah di tengah juga muncul banyak lubang. Bukan satu lubang itu. Kira-kira di atas 200 lubang itu di tengah,” beber pria dua cucu ini.
Selama lebih kurang dua jam berada di puncak, Mangku Mokoh sempat mengabadikan momen munculnya asap berwarna putih kelabu yang pekat itu. Ia pun menunjukkan sekitar tujuh video yang menayangkan kondisi kawah Gunung Agung saat itu.
18 Ribu Benang Tridatu
Selain mengabadikan momen tersebut, tujuan utama Mangku Mokoh naik ke puncak Gunung Agung untuk mengambil tirta (air suci) dan mengambil benang Tridatu sebanyak 18 ribu yang sebelumnya sempat ia letakkan di sekitar puncak.
Benang Tridatu yang ia percayai sebagai “pelindung diri” ini nantinya bakal ia bagikan ke sejumlah pamedek di sejumlah pura.
Namun Mangku Mokoh enggan menyebut pura yang ia maksud.
“42 hari yang lalu saya tanam. Memang jadwalnya kemarin tanggal 13. Jadi ada 18 ribu ini benangnya. Kalau kurang tidak boleh, harus 18 ribu,” kata pria dua istri ini.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai peternak lebah madu ini mengaku di sudut utara kawah Gunung Agung memang terdapat tetesan air yang ia percaya dan yakini sebagai air suci.
Tak puas dengan pendakiannya yang ke delapan kali selama status awas Gunung Agung, Mangku Mokoh mengaku bakal kembali naik ke puncak gunung yang disucikan umat Hindu ini pada dua pekan depan.
Tujuannya, kata dia, untuk memberikan semacam "barter" ke bhatara di puncak Gunung Agung atas tirta dan benang Tridatu yang telah diberikan kepadanya.
Apakah Mangku Mokoh tidak merasa takut naik ke puncak saat Gunung Agung sedang erupsi?
Penekun spiritual ini mengaku tidak takut sama sekali.
Ia pun yakin akan selamat saat mendaki.
“Ya memang saya dari dulu sudah keyakinan saya melebihi, kan saya sudah delapan kali naik sejak status Awas dulu. Masalah pawisik tidak ada, cuma saya yakin, kalau saya naik ke atas pasti selamat,” tegasnya.
Atas aksi nekat Mangku Mokoh, PVMBG enggan berkomentar.
Sebab, sejak berstatus Awas, sebetulnya sudah tidak direkomendasikan untuk mendekat ke Gunung Agung dengan radius 8 km, dan perluasan sektoral 10 km dari puncak kawah.
“Kalau tetap naik, ya beruntung dia selamat,” singkat Kabid Mitigasi Gunung Api, PVMBG, Gede Suantika, seraya mengimbau agar tidak meniru aksi nekat Mangku Mokoh.
Kawah Gunung Agung Terisi Lava yang Sudah Membeku, Ini Perkiraan PVMBG
Tim PVMBG telah berhasil menerbangkan drone jenis Vixed Wings AI 300 dari Selat, dan menangkap visual kondisi kawah Gunung Agung, sekitar pukul 16.00 Wita, Kamis (14/12/2017).
Namun, karena cuaca tidak mendukung, PVMBG belum berhasil melakukan pengambilan sampel gas dari bibir kawah.
“Untuk hari ini baru berhasil mengambil gambar saja. Kalau pengambilan sampel gas belum bisa,” kata Kabid Mitigasi Gunung Api, Suantika.
Dari hasil pantauan drone jenis AI 300 yang dibagikan PVMBG, terlihat kondisi kawah Gunung Agung sudah terisi lava yang sudah membeku.
Volume lava itu, kata Suantika, diperkirakan sudah mencapai seperempat kawah Gunung Agung.
“Kalau lihat gambar itu sekitar seperempat sudah terisi,” ungkapnya.
Berdasarkan perkiraan PVMBG, kedalaman kawah gunung terbesar di Bali ini setinggi 100 dari dinding yang paling pendek, dan sampai 200 meter dari puncak gunung.
“Jadi kawahnya itu compang-camping dia, tidak datar begitu,” jelas Suantika.
Apabila ketinggian kawah Gunung Agung 100 meter, maka diperkirakan magma sudah memenuhi kawah dengan ketinggian sekitar 25 meter.
Saat ini, PVMBG belum berani menyimpulkan apakah magma akan terus bertambah ke permukaan atau malah akan menurun.
Namun, apabila laju magma ke permukaan dengan intensitas seperti sekarang, maka Suantika memperkirakan butuh waktu sampai tahunan untuk memenuhi kawah Gunung Agung.
“Kalau lajunya lambat dan perlahan seperti ini mungkin lama ini. Bisa tahunan itu, tapi mungkin ya, jadi bisa kemungkinan penuh, bisa juga tidak,” terangnya seraya mengaku PVMBG bakal terus melakukan pemantauan untuk memberikan perkembangan terkini Gunung Agung.
Hari ini, PVMBG bakal kembali menerbangkan drone tersebut dari Besakih.
Tujuannya untuk pengukuran gas Sulfurdioksida (SO2), Karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O).
Gunung Agung Alami Penurunan Kegempaan, Aktivitas Vulkanik Menurun? Begini Analisis PVMBG
Jumat (15/12/2017) Gunung Agung menampakkan keagungannya.
Sang Maha Giri Tohlangkir terlihat jelas dari Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem, Bali.
Secara visual asap terlihat masih keluar dari kawah Gunung Agung.
Dari hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) periode 00.00-06.00 Wita, gunung tertinggi di Bali ini masih ditetapkan berstatus awas atau level IV.
Dari data kegempaan, Gunung Agung terekam mengeluarkan hembusan sebanyak 9 kali dalam periode tersebut.
Gempa low frekuensi yang menandakan masih adanya aliran magma menuju ke permukaan, juga masih terekam sebanyak 5 kali dengan amplitudo 2-7 mm, dan berdurasi 35-60 detik.
Gempa Tremor harmonik terekam sebanyak satu kali dengan amplitudo 5 mm, dengan durasi 40 detik.
Tak cuma itu, gempa vulkanik dangkal juga masih terekam sebanyak 5 kali dengan amplitudo 2-24 mm, dan berdurasi 8-30 detik.
Sedangkan, gempa vulkanik dalam terekam sebanyak 6 kali dengan Amplitudo 6-25 mm, S-P : 1-3 detik, Durasi : 20-40 detik.
Alat seismograf PVMBG juga masih merekam gempa tremor menerus (Microtremor) dengan amplitudo 1-2 mm (dominan 1 mm).
Sampai saat ini Gunung Agung masih dalam fase erupsi sejak 21 November 2017 lalu.
Dalam fase erupsi ini, aktivitas yang naik turun seperti sekarang ini memang wajar terjadi dalam ilmu vulkanologi.
Itu sebabnya, meskipun ada penurunan jumlah kegempaan, bukan berarti aktivitas Gunung Agung bisa disebut menurun.
PVMBG punya berbagai parameter baik secara seismik, deformasi, pengukuran gas dan pengamatan visual sebelum menyimpulkan apakah aktivitas gunung api bisa disebut menurun atau mengalami peningkatan.
Saat ini, PVMBG masih melakukan pengambilan sample gas sulfur dioksida (SO2) karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O) di sekitar kawah Gunung Agung menggunakan pesawat tanpa awak atau drone jenis AI 300 dari arah Besakih, Karangasem.
Hasil sample gas ini bakal diukur kemudian hasilnya bakal menentukan bagaimana status Gunung Agung kedepannya.
Dengan kondisi demikian, PVMBG masih merekomendasikan agar masyarakat tidak mendekat ke radius 8 km dari puncak kawah dan perluasan sektoral 10 km arah Utara-Timurlaut dan Tenggara-Selatan-Baratdaya
Untuk diketahui, Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan G. Agung yg paling aktual/terbaru.
Drone Sukses Ambil Sampel Gas yang Keluar dari Kawah Gunung Agung
Tim Aeroterrascan Bandung kembali menerbangkan dua pesawat tak berawak (drone) ke atas Gunung Agung, Jumat (15/12/2017) sekitar pukul 09.30 wita.
Drone yang diterbangkan jenis AI 450 dan AI 300.
Seno Sahisnu, Principal Development Engineer Aeroterrascan menjelaskan, penerbangan drone bertujuan untuk mengambil sampel gas yang dikeluarkan kawah gunung, dan mengambil gambar sekaligus video terkini kawah Gunung Agung.
"Drone AI 450 dilengkapi sensor multi gas untuk mengambil sampel gas kawah. Sedangkan AI 300 untuk mengambil gambar dan video Gunung Agung," kata Seno saat ditemui di lokasi penerbangan.
Ditambahkan, penerbangan drone ke kawah Gunung Agung dinyatakan berhasil.
Waktu peberbangan sekitar 30 menit.
Kandungan gas sudah dibaca oleh sensor.
Seperti CO2, H2O, dan XO2.
"Sampel yang didapat nanti akan dianalisis,"imbuhnya.
sumber : tribun