![]() |
Lahar Hujan |
Gunung Api Miliki Peluang 50:50, Termasuk Gunung Agung, Ini Penjelasan Lengkap BNPB
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, kondisi Gunung Agung (GA) saat ini setidaknya merefleksikan dua kemungkinan.
Pertama, melemahnya laju magma yang naik ke permukaan.
"Ini dikarenakan magma kehilangan energi akibat gas magmatik telah semakin berkurang pasca-erupsi kemarin, dan akhirnya habis menuju keseimbangannya. Nantinya bisa berakhir dengan Gunung Agung melanjutkan tidurnya," kata Sutopo, di Kantor BNPB, Jakarta, Selasa (5/12/2017).
Kemungkinan kedua, terjadi penyumbatan pada pipa magma.
Fluida magma yang bergerak ke permukaan terhalang oleh lava di permukaan yang mendingin dan mengeras.
Sutopo mengatakan, penyumbatan yang terakumulasi bisa menimbulkan ledakan berikutnya yang lebih besar.
"Erupsi 1963, kemungkinan kedua ini yang terjadi. Saat itu, kondisinya sama. Dua minggu berhenti, kemudian terjadi letusan yang lebih besar," ujar Sutopo.
Sutopo mengatakan, dua kemungkinan tersebut masih dianalisis PVMBG.
Dengan kompleksitas yang dimiliki oleh gunung api, maka sains vulkanologi hingga saat ini belum bisa didekati dengan metode deterministik.
"Gunung itu memiliki peluang 50:50, meski semua instrumen sudah dipasang. PVMBG terus memantau Gunung Agung secara intensif," ujar Sutopo.
Berdasarkan laporan Pusat Vulkanologi, dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), periode pengamatan 06.00-12.00 WITA, Rabu (6/12/2017) kondisi gunung terbesar di Bali ini masih bergejolak.
Gempa-gempa masih teramati dari alat seismograf.
Saat ini pengamatan menunjukkan bahwa gempa low frekuensi masih mendominasi.
Selain itu, PVMBG juga merekam masih adanya gempa vulkanik dangkal, tektonik jauh, dan hembusan, seperti pada laporan resmi PVMBG sebagai berikut.
Gempaan Hembusan jumlah 1, Amplitudo : 5 mm, Durasi : 25 detik.
Gempa Low Frekuensi jumlah 9, Amplitudo : 2-22 mm, Durasi : 30-120detik.
Gempa Vulkanik Dangkal, jumlah 4, Amplitudo : 2-5 mm, Durasi : 6-16 detik.
Gempa Tektonik Jauh, jumlah 1, Amplitudo : 18 mm, S-P : 18 detik, Durasi : 70 detik.
Teramati pula dari seismograf milik PVMBG gempa tremor menerus (microtremor), dengan amplitudo 1-2 mm (dominan 1 mm).
Berdasarkan perhitungan meteorologi, keadaan cuaca di kawasan Gunung Agung mendung.
Angin bertiup lemah hingga sedang ke arah barat daya.
Suhu udara 21-28 °C dan kelembaban udara 71-86 %.
Secara visual, dari pengamatan pukul 06.00-12.00 WITA, asap kawah bertekanan lemah hingga sedang teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi 1000-2000 m di atas puncak kawah.
Asap condong ke barat daya..
PVMBG merekomendasikan agar masyarakat di sekitar gunung agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 8 km dari kawah gunung Agung dan ditambah perluasan sektoral ke arah Utara-Timurlaut dan Tenggara-Selatan-Baratdaya sejauh 10 km dari kawah G. Agung.
Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan G. Agung yg paling aktual/terbaru.
Gempa 4,1 SR Guncang Karangasem, Ini Keadaan Gunung Agung Terbaru
Gempa bumi mengguncang Karangasem, Bali, Rabu (6/12/2017) pukul 10.58 WITA.
Seperti dilaporkan BMKG, kali ini episentrum gempa berada di barat laut Karangasem.
Lokasi pastinya adalah 7.91 LS,115.51 BT (48 km BaratLaut KARANGASEM-BALI), Dengan keadalaman 10 Km.
Gempa
kali ini lebih besar daripada gempa-gempa yang sebelumnya terjadi di
sekitar Gunung Agung yaitu berkisar antara 2 sampai 3 Skala Ritcher.
Adapun kondisi Gunung Agung terakhir yang dilaporkan PVMBG Periode pukul 06:00-12:00 WITA hari ini adalah sebagai berikut :
KEGEMPAAN
■ Hembusan
(Jumlah : 1, Amplitudo : 5 mm, Durasi : 25 detik)
■ Low Frekuensi
(Jumlah : 9, Amplitudo : 2-22 mm, Durasi : 30-120 detik)
■ Vulkanik Dangkal
(Jumlah : 4, Amplitudo : 2-5 mm, Durasi : 6-16 detik)
■ Tektonik Jauh
(Jumlah : 1, Amplitudo : 18 mm, S-P : 18 detik, Durasi : 70 detik)
Asap
kawah bertekanan lemah hingga sedang teramati berwarna putih dan kelabu
dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi 1000-2000 meter di
atas puncak kawah.
Sedangkan asap condong ke arah barat daya.
Adapun Tremor menerus amplitudo 1 - 2 mm, dominan: 1 mm.
Hingga
saat ini masyarakat di sekitar Gunung Agung dan
pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan
pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya.
Yaitu
di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 8
km dari kawah Gunung Agung dan ditambah perluasan sektoral ke arah
Utara-Timurlaut dan Tenggara-Selatan-Baratdaya sejauh 10 km dari kawah
Gunung Agung.
Zona
Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah
sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung Agung yg
paling aktual/terbaru.
Erupsi Gunung Agung Ternyata Bisa Mendinginkan Bumi, Ini Penjelasan Ilmuwan Iklim NASA
Baru-baru ini para ilmuwan memperingatkan bahwa Erupsi Gunung Agung dapat memperlambat perubahan iklim global hingga lima tahun.
Material vulkanik, abu dan partikel lainnya terus menyembur ke luar dari gunung berapi, meninggalkan awan berbahaya, tujuh mil di atas puncak gunung.
Para ahli telah memperingatkan bahwa gunung api Bali (Gunung Agung) dapat memengaruhi seluruh dunia, mungkin mendinginkan planet ini hingga lima tahun, seperti dilansir dari Express.co.uk, Sabtu (2/12/2017).
Dan hasilnya akan menjadi kebalikan dari pemanasan global.
Karena suhu planet ini dingin, bukan meningkat seperti yang diproyeksikan.
Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa letusan gunung berapi dapat mengubah iklim planet ini selama berbulan-bulan, jutaan gas dan partikel menyebar melalui atmosfer.
Tapi berapa banyak perubahan yang ditimbulkan sangat dipengaruhi seperti apa erupsi yang terjadi sehingga memicu perubahan drastis terhadap suhu bumi.
Ilmuwan iklim NASA, Chris Colose mengatakan, "Agar dampak iklim yang terjadi signifikan, perlu ada erupsi yang cukup eksplosif dan letusan yang kaya belerang.”
"Jika kondisi ini terpenuhi, erupsi akan mendinginkan permukaan atau troposfer dan menghangatkan stratosfer, kebalikan dari kedua pola yang terkait dengan kenaikan CO2. Tapi keduanya sangat berumur pendek," paparnya.
Pada tahun 1963, erupsi Gunung Agung mencapai ketinggian 26 km di atas permukaan laut.
Sekitar 1.110 orang meninggal dalam letusan dahsyat tersebut.
Tidak mengherankan hal tersebut berpengaruh pada suhu Bumi.
Dia berkata, "Untuk gunung berapi bisa memengaruhi iklim, diperlukan banyak SO2 yang dilepaskan dan asap yang cukup tinggi sehingga SO2 itu masuk ke stratosfer.”
“Partikel sulfur dioksida dapat menghambat sinar Matahari yang masuk, sehingga mendinginkan planet ini," jelas Colose.
"Jika pelepasan SO2 serupa terjadi, bisa mendinginkan planet selama 1-2 tahun, dan kemudian kembali seperti semula,” tambahnya.
Carina Fearnley, ahli vulkanologi dan sains di UCL menambahkan, dampaknya terhadap suhu dunia bergantung pada skala erupsi dan kemungkinan tidak akan memiliki efek yang besar.
Dia mengatakan, "Untuk menghasilkan dampak yang signifikan pada suhu di seluruh dunia, erupsi itu harus terjadi dalam skala besar. Saat ini, sepertinya kita tidak akan merasakan dampak drastis terhadap suhu global. "
"Di tempat itu cenderung merasakan beberapa perubahan, tapi sangat terbatas untuk tempat tersebut. Perubahan sekitar 0,2 - 0,5 derajat pendinginan kemungkinan terjadi, jika letusan Gunung Agung terus berlanjut," lanjutnya.
Rekan sesama ilmuwannya mengatakan bahwa perilaku terakhir Gunung Agung mirip dengan letusan tahun 1963, yang menunjukkan jumlah sulfur dioksida yang serupa dapat dilepaskan ke atmosfer.
Letusan terakhir membuat suhu global turun sebesar 0,2 derajat celcius selama setahun.
Namun yang terakhir ini bisa menunjukkan suhu turun selama sekitar dua tahun, dan baru kembali normal pada tahun 2023.
Peneliti iklim Zeke Hausfather mengatakan, "Proyeksi ini, yang didasarkan pada dampak historis antara letusan gunung berapi dan suhu, menunjukkan bahwa letusan Gunung Agung akan mengurangi suhu global antara 0.1C sampai 0.2C pada periode 2018 sampai 2020."
Sebuah laporan dari Washington Post menambahkan, letusan tersebut dapat mengubah suhu global selama berbulan-bulan, bahkan mungkin hingga bertahun-tahun yang akan datang.
Dikatakan,"Dalam jangka pendek, partikel abu akan menyebabkan pendinginan regional, karena lapisan debu mencegah sinar matahari untuk mencapai permukaan bumi.”
"Dalam jangka panjang, belerang dioksida akan bercampur dengan tetesan air di atmosfer, menyebar ke seluruh dunia dan memantulkan sinar matahari hingga tiga tahun. Suhu rata-rata global bisa turun secara signifikan. "
Alan Robock, seorang ilmuwan lingkungan di Rutgers University, menjelaskan belerang dioksida bereaksi dengan air untuk menghasilkan tetesan yang bisa bertahan selama satu tahun atau lebih.
Ketika sinar matahari menyentuh tetesan ini, energi dipantulkan kembali ke angkasa, mengurangi sinar matahari dalam jumlah besar sehingga menurunkan suhu.
Inikah Berkah Erupsi Gunung Agung? Lahar Hujan Membawa Pasir dan Koral
Lahar hujan mengalir deras di Sungai Panti, Dusun Geriana Kangin, Desa Duda Utara, Kecamatan Selat, Karangasem, Bali, Selasa (5/12/2017) sore.
Lahar hujan yang menimpa Duda Utara sudah dua kali terjadi sejak erupsi Gunung Agung.
Wayan Putra, warga Geriana Kangin, mengungkapkan peristiwa terjadi begitu cepat.
Air mulai membesar sejak pukul 16.00 Wita setelah desanya diguyur hujan sejak pukul 11.00 Wita.
Volume air diperkirakan tiga kali lipat dari lahar hujan sebelumnya.
Tanah di sekitar sungai tergerus.
Aliran lahar hujan pun meluber hingga ke jalan raya.
"Aliran air campur lumpur dari hulu besar. Sisa abu vulkanik dan sampah terbawa. Sejak siang tadi hujan menguyur daerah Selat, dan sekitarnya," ujarnya, kemarin.
Ketua Pasemeton Jaga Baya, I Gede Pawana, menjelaskan lahar hujan yang terjadi di Geriana Kangin meluber hingga ke badan jalan raya.
Jalan yang menghubungkan Banjar Pegubungan dan Biaung, tepatnya depan SMA Selat, tergerus cukup lebar.
Jalanan pun tak bisa dilalui pengendara motor.
Sejumlah pohon sekitar pinggir sungai tumbang karena tergerus air.
"Di pertigaan Banjar Biaung, aliran lahar hujan meluber hingga ke jalan namun tidak banyak," ujar pria yang juga Perbekel Duda Timur ini.
Kepala Wilayah (Kawil) Dusun Geriana Kangin, Wayan Wijaya, masih bersyukur karena aliran lahar tak sampai meluber ke pemukiman warga.
Hanya meluber ke jalan raya, tapi sedikit.
"Lahar mengalir cepat, membawa material seperti pasir dan koral. Alat berat petugas yang dipakai normalisasi terjebak di pinggir sungai, tapi tak sampai terbawa arus. Warga kaget. Kedalamanya kira-kira sampai 2 kibik. Tapi air tak sampai ke rumah warga. Masih jauh," jelas Wijaya.
Kepala Pelaksana BPBD Karangasem, Ida Bagus Ketut Arimbawa, menyebut peristiwa ini terjadi karena hujan deras sehingga bekas abu vulkanik yang berada di hulu terbawa air.
Sementara Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyatakan banjir lahar hujan membawa material erupsi Gunung Agung.
Ia meminta warga tidak lagi menjadikan banjir lahar hujan sebagai tontonan.
"Jangan mendekat ke lahar hujan. Nanti jika sudah aman, baru mendekat. Itu adalah tambang pasir, berkah dari erupsi Gunung Agung," tulis Sutopo di akun twitternya, kemarin.
sumber : tribun