![]() |
Desa yang ada di zona awas (kiri). Kondisi kawah Gunung Agung, Jumat (6/10/2017) yang diunggah akun Facebook 'Karl Kaddouri' |
Ini Wajah Gunung Agung Terkini dari Pos Pantau Rendang, Asap Kawah Putih dan Kelabu Teramati
AMLAPURA - Setelah seharian diguyur hujan, Gunung Agung (GA) akhirnya menampakkan keagungannya pada Selasa (10/10/2017) pagi.
Terlihat dari Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem, Bali, gunung setinggi 3142 mdpl ini masih sesekali mengeluarkan asap putih meski tak setebal dan setinggi sebelumnya.
Dari rilis resmi yang dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), hingga saat ini Gunung Agung masih dalam keadaan level IV (awas).
Tingkat kegempaan di gunung tertinggi di Bali ini masih tinggi.
Dari hasil pengamatan PVMBG periode 00.00-06.00 wita, tercatat jumlah gempa vulkanik dalam sebanyak 135 kali, gempa vulkanik dangkal 73, dan gempa tektonik lokal sebanyak 9 kali.
Untuk diketahui, Pada Senin (9/10/2017) periode 00.00-24.00 wita, terjadi 824 kali gempa baik vulkanik dan tektonik di dalam tubuh Gunung Agung.
Hasil pengamatan secara meteorologi, cuaca di kawasan Gunung Agung tercatat cerah, berawan, mendung, dan hujan.
Angin bertiup lemah ke arah barat. Suhu udara 22-23 °C.
Kelembaban udara 86-88 %. Volume curah hujan 2.2 mm per hari.
Secara visual, Gunung Agung berkabut 0-I hingga kabut 0-III.
Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis dan tinggi 100 m di atas kawah puncak.
Lantaran masih berstatus awas, masyarakat, wisatawan, dan pendaki dilarang mendekat ke lokasi gunung agung dalam radius 9 km ditambah dengan perluasan sektoral 12 km ke selatan, barat daya, tenggara, dan utara.
Fenomena Gunung Agung Mengempis 4 Jam, Kemudian Menggelembung Lagi
AMLAPURA - Pasca keluarnya asap putih setinggi 1500 meter dari Puncak Gunung Agung, Sabtu (7/10/2017), tubuh Gunung Agung yang awalnya mengalami penggelembungan sempat mengempis selama empat jam.
Namun, setelah empat jam, Gunung Agung kembali mengalami penggelembungan.
"Nah setelah mengempis lalu naik lagi (menggelembung). Tapi pengempisannya belum ke posisi normal," kata Kasubid Mitigasi Gunungapi, PVMBG, Devy Kemal Syahbana, Senin (9/10/2017) di Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem, Bali.
Untuk diketahui, hingga saat ini Gunung Agung masih terus mengalami tren penggelembungan.
Hal ini dilihat dari data hasil pengukuran tiltmeter yang dipasang dari sejumlah titik oleh PVMBG. Namun demikian, penggelembungan gunung agung masih sangat tipis alias masih dalam satuan mikroradian.
PVMBG Sebut Keluarnya Asap Putih dari Gunung Agung Sebetulnya Bagus, Begini Penjelasannya!
AMLAPURA - Keluarnya gas dan asap putih dari Gunung Agung itu sebetulnya adalah hal yang bagus.
Karena gas sebenarnya kalau terakumulasi terlalu banyak di dalam perut Gunung Agung, energi yang keluar bisa sangat besar.
Dengan adanya asap yang keluar sampai 1.500 meter, ya sebetulnya itu bagus untuk mengurangi tekanan yang ada di dalam Gunung Agung.
Kita justru berharapnya yang sering keluarnya seperti itu.
Supaya akumulasi tekanan di bawah itu berkurang-berkurang dan berkurang.
Supaya nanti si magma ini, kan yang menggerakkan magma ini adalah gas.
Kalau misalnya gas ini dikeluarkan, jadinya gayanya tidak sekaligus atau lebih kecil jadinya. Itu yang bagus.
Misalnya ada yang keluar terus itu bagus.
Dengan seperti itu tekanan berkurang. Inginnya kita sih tidak terjadi letusan, dan kalaupun terjadi letusan, tidak sampai terlalu eksplosif.
Karena gasnya sudah keluar.
Nah kalau tekanan gasnya sudah habis, magma ini nantinya bisa terkristalisasi kalau gasnya habis.
Dia itu yang tadinya agak lumayan kekentalannya bisa bergerak jadi beku.
Terkristalisasi artinya makin kental, kental, kental dan akhirnya membeku.
Kalau tekanannya habis. Kita tidak bisa mengatakan sekarang tekanan gasnya habis, buktinya masih banyak gempa.
Tentunya masih ada suplai dari bawah.
Memang ada yang keluar tapi masih ada yang masuk.
Yang harus kita lakukan bukan dari kegempaannya saja.
Dari aspek deformasi, visual, bio kimianya, dan semua aspek kita jadikan pertimbangan.
Tiap hari keluar asap, itu bagus. Kalau keluar terus itu bagus.
Itu akan memperbesar peluang untuk mengurangi kadar gas di dalam magma gunung agung.
Tapi sampai saat ini dari peralatan deformasi kita masih menunjukkan bahwa yang masuk lebih banyak dari yang keluar.
Buktinya masih ada tren penggelembungan.
Tapi kita berharap tekanan ini pada akhirnya bisa terus dikeluarkan melalui keluarnya asap.
Asap putih yang keluar ini adalah hasil tekanan tinggi dari gas magmatik.
Gas magmatik ini kan panas. Untuk meloloskan diri dari bawah ke atas, dia berinteraksi dengan air di sekitar dalam perut Gunung Agung ini.
Ketika panas itu berinteraksi dengan air dia akan berubah warna menjadi putih.
Jadi kalau misalnya gas magmatik itu tidak berwarna dan tidak berbau. Kenapa warnanya putih?
Karena ketika naik, gas itu berinteraksi dengan air.
Sempat mengempis selama empat jam setelah keluarnya asap 1500.
Nah setelah mengempis, naik lagi penggelembungannya.
Tapi pengempisannya belum ke posisi normal.
Kalau ke posisi normal, kita sudah tidak perlu khawatir lagi.
Ketika semua alat sudah menyatakan normal berarti sudah aman.
Tapi kan sekarang kegempaan masih fluktuatif di level tinggi.
Gempa tidak terasa?
Dulu kan gempanya masih besar-besar.
Waktu itu gempanya masih berusaha membuka atau menghancurkan bangunan yang besar-besar di dalam tubuh Gunung Agung.
Gempanya masih berusaha untuk membuka jalan keluar.
Makanya gempanya besar.
Sekarang mungkin sudah terbuka jalannya.
Akhirnya sekarang tinggal menghancurkan bangunan yang kecil-kecil.
Makanya gempa yang muncul itu cenderung yang kecil-kecil.
Tapi gempa yang besar kemarin kan banyak tektonik lokal, sekarang masih di bawah 50-an.
Tapi gempa vulkanik dangkalnya kan banyak.
Semenjak ditingkatkan status ke awas, kita tidak pernah mengalami masa dimana gempa itu di bawah 600. Rata-rata semua di atas 600.
Bahkan sebelum keluarnya asap itu, kalau digabungkan antara gempa vulkanik dan tektoniknya lebih dari seribu.
Ini indikasinya ada penambahan tekanan.
Tapi karena tekanan tidak cukup untuk mendobrak sumbat lava akhirnya gak yang keluar, karena gas lebih mudah menemukan jalan keluar.
Drone Militer Bakal Didatangkan untuk Pantau Kondisi Kawah Gunung Agung
DENPASAR - Pusat Vulkanologi, dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bakal mendatangkan drone berukuran besar untuk memantau kondisi kawah Gunung Agung, Karangasem, Bali.
Ini untuk lebih memastikan bagaimana keadaan kawah Gunung Agung, dan memastikan bagaimana kondisi tubuh Gunung Agung.
"Kami meminta agar disediakan drone besar. Pokoknya yang bisa menjangkau sampai ke atas. Nah dari BNPB mengabulkan, dan hari ini pihak BNPB mau datang ke sini (ke Pos Pengamatan Rendang)," kata Kasubid Mitigasi Gunung Api, PVMBG, Devy Kemal Syahbana, Selasa (10/10/2017) pagi di Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem.
Namun, sampai saat ini pihak PVMBG belum bisa memastikan kapan pemantauan lewat drone ini bakal dilakukan.
Hal ini lantaran pihak BNPB belum memastikan kapan drone bakal didatangkan ke Pos Pengamatan.
"Apakah kedatangan BNPB hari ini langsung bawa drone, kami tidak tahu. Yang jelas kalau langsung dibawa, kami sudah siapkan tempat," kata Devy.
Untuk diketahui, drone yang bakal digunakan memantau kawah Gunung Agung ini bukan drone biasa.
Devy menyebutnya sebagai drone militer yang berukuran jauh lebih besar daripada drone yang umumnya diketahui masyarakat.
"Dan untuk menerbangkannya butuh landasan minimal 300 meter. Yang pasti tidak bisa diterbangkan dari pos pengamatan. Rencananya kami ambil posisi dari sisi Utara nanti," jelas Devy Kemal.
Hal senada juga disampaikan Kepala PVMBG, Kasbani.
Menurutnya, meskipun pihak PVMBG telah melakukan pengamatan dan mengukur tingkat kegempaan, dan tingkat deformasi Gunung Agung, namun perlu juga dilakukan pengamatan secara langsung bagaimana kondisi kawah Gunung Agung.
Lantaran pihak PVMBG tidak berani mengambil resiko naik ke puncak Gunung Agung, maka diperlukan bantuan pesawat tanpa awak, atau drone militer.
"Iya memang sudah ditunjukkan dengan data-data deformasi , dan seismik, ini hanya untuk mengkonfirmasikan bagimana keadaan kawah dan bisa mengindikasikan bagaimana kondisi di dalam tubuh gunung," kata Kasbani.
Sebelumnya diberitakan, setelah seharian diguyur hujan, Gunung Agung akhirnya menampakkan keagungannya pada Selasa (10/10/2017) pagi.
Terlihat dari Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem, Bali, gunung setinggi 3142 mdpl ini masih sesekali mengeluarkan asap putih meski tak setebal dan setinggi sebelumnya.
Dari rilis resmi yang dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), hingga saat ini Gunung Agung masih dalam keadaan level IV (awas).
Tingkat kegempaan di gunung tertinggi di Bali ini masih tinggi.
Dari hasil pengamatan PVMBG periode 00.00-06.00 wita, tercatat jumlah gempa vulkanik dalam sebanyak 135 kali, gempa vulkanik dangkal 73, dan gempa tektonik lokal sebanyak 9 kali.
Untuk diketahui, Pada Senin (9/10/2017) periode 00.00-24.00 wita, terjadi 824 kali gempa baik vulkanik dan tektonik di dalam tubuh Gunung Agung.
Hasil pengamatan secara meteorologi, cuaca di kawasan Gunung Agung tercatat cerah, berawan, mendung, dan hujan.
Angin bertiup lemah ke arah barat. Suhu udara 22-23 °C.
Kelembaban udara 86-88 %. Volume curah hujan 2.2 mm per hari.
Secara visual, Gunung Agung berkabut 0-I hingga kabut 0-III.
Asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis dan tinggi 100 m di atas kawah puncak.
Lantaran masih berstatus awas, masyarakat, wisatawan, dan pendaki dilarang mendekat ke lokasi gunung agung dalam radius 9 km ditambah dengan perluasan sektoral 12 km ke selatan, barat daya, tenggara, dan utara.
Pernah Bayangkan Kerugian Jika Gunung Agung Meletus? BNPB Prediksi Kerugian Hingga Triliunan
AMLAPURA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mulai menghitung kerugian yang akan ditimbulkan seandainya Gunung Agung erupsi.
Direktur Pemulihan Peningkatan Sosial Ekonomi BNPB, Agus Wibowo memprediksi kerugian ditaksir mencapai sekitar Rp 4 sampai 5 triliun.
Perkiraan kerugian meliputi kerusakan rumah warga sekitar kawasan zona rawan (KRB), kerusakan bangunan sekolah, fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan posyandu, tempat ibadah seperti pura dan masjid, serta jalan baik milik nasional, provinsi, maupun kabupaten.
"Seandainya Gunung Agung erupsi diperkirakan kerugiannya melebihi erupsi Gunung Sinabung. Kerusakan dan kerugian di Sinabung capai Rp 1,7 triliun lebih. Kalau Gunung Agung kerusakan dan kerugian diperkirakan Rp 4 - 5 triliun," kata Agus, Selasa (10/10/2017) saat di temui di Posko Induk Tanah Ampo.
Bangunan yang rusak parah, sedang, serta ringan itu akan dimasukan dalam kerugian dan kerusakan.
Untuk rumah warga yang rusak jika erupsi kemungkinan diberi dana stimulan oleh Pemerintah Pusat.
Untuk nominalnya belum ditentukan.
Biasanya kesepakatan antara pemerintah daerah dengan pusat.
Pria asli Yogyakarta ini menjelaskan, kerusakan bangunan diperkirakan capai ribuan unit.
Tersebar di kawasan rawan bencana.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rumah yang berada di zona rawan jumlahnya 52.229 unit.
Fasilitas kesehatan 287 unit, meliputi puskesmas, posyandu, serta poliklinik.
Fasilitas keagamaan seperti, masjid 2 unit dan pura 407 unit.
Fasilitas pendidikan meliputi, bangunan sekolah sekitar 139 unit meliputi TK, SD, SMP dan SMA/SMK.
Jumlah jembatan yang diperkirakan rusak sebanyak 98 unit ukuran besar dan kecil.
Panjang jalan yang berada sekitar kawasan rawan 43.108 kilo, tersebar di tujuh Kecamatan di Karangasem.
"Ini data dapat dari BPS. Kita cek dulu untuk memastikannya. Kerusakan dan kerugian jika Gunung Agung meletus 3 kali lipat dari Sinabung," prediksi Agus.
Untuk erupsi Gunung Sinabung, katanya, warga yang terkena dampak sekitar 2.762 KK atau 10.377 jiwa.
Kerugian kebanyakan disektor pertanian.
Untuk dampak Gunung Agung jika meletus cukup banyak.
Jumlah KK yang terkena sekitar 54.788 KK / 185.865 jiwa tersebar di 202 Dusun yang berada di 28 Desa, dan 5 Kecamatan meliputi, Kecamatan Abang, Rendang, Bebandem, Kubu, serta Kecamatan Selat.
Perlu Dana Kebutuhan 6 Triliun Untuk Memulihkan
Dana kebutuhan untuk perbaikan infrastruktur seandainya Gunung Agung meletus diperkirakan mencapai Rp 6 triliun lebih.
Jumlah itu lebih tinggi dari dana kebutuhan yang dikeluarkan saat Erupsi Gunung Sinabung yang capai sekitar Rp 3,6 triliun dan Erupsi Gunung Merapi 2010 di Yogyakarta.
"Kalau Sinabung rekapitulasi dana kebutuhan sekitar Rp 3,6 triliun, mungkin Gunung Agung lebih dari itu jika erupsi. Biasanya data kebutuhan lebih tinggi daripada kerugian. Sekarang kita masih lakukan pendataan untuk memprediksi kerugian dan dana yang dibutuhan untuk memulihkan," kata Agus.
sumber : tribun