Selasa, 30/4/2013: 12:29
![]() |
"Saya bukan gurunya. Jika memang saya gurunya, saya bisa memastikan bahwa dia tidak akan pernah melakukan hal seperti ini," ucap Misha dalam wawancara dengan media setempat, New York Review of Books. |
Temuan ini disampaikan oleh seorang pejabat aparat federal Amerika Serikat yang enggan disebut namanya. Seperti dilansir news.com.au, Selasa (30/4/2013), pejabat ini menyatakan, temuan DNA ini tidak bisa disimpulkan secara langsung adanya keterlibatan seorang wanita dalam perakitan bom panci Boston.
Menurutnya, bisa jadi material genetik ini berasal dari seorang wanita yang ada di ruangan yang sama saat bom ini dirakit. Atau bisa juga berasal dari seorang kasir atau penjaga toko tempat bahan pembuat bom ini dijual.
Dengan adanya temuan ini, FBI kini memfokuskan penyelidikan dan pemeriksaan pada sosok wanita yang pernah bertemu dengan kedua tersangka, Tamerlan dan Dzhokhar Tsarnaev, sebelum ledakan bom terjadi pada 15 April lalu.
Penyidik FBI pun gencar mengumpulkan sejumlah sampel DNA dari beberapa wanita yang diketahui dekat dengan kedua tersangka. Sampel-sampel ini dimaksudkan sebagai bahan pembanding dari temuan DNA pada sisa bom Boston.
Bahkan pada Senin (29/4) waktu setempat, penyidik FBI mendatangi kediaman orangtua istri mendiang Tamerlan Tsarnaev di Rhode Island, AS. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di rumah milik orangtua Katherine Russell tersebut. Ketika keluar, tampak sejumlah penyidik FBI membawa beberapa tas yang diduga berisi sampel DNA.
Namun saat ini belum ada keterangan resmi dari FBI soal hal ini.
Penyelidikan soal temuan DNA ini dilakukan pasca FBI memeriksa sosok pria misterius bernama Misha, yang dianggap membawa pengaruh radikal bagi Tamerlan. Kepada FBI, Misha membantah anggapan dirinya mengajarkan Tamerlan soal bom. Pria yang bernama asli Mikhail Allakhverdov ini diinterogasi FBI di kediamannya yang berada di Rhode Island.
"Saya bukan gurunya. Jika memang saya gurunya, saya bisa memastikan bahwa dia tidak akan pernah melakukan hal seperti ini," ucap Misha dalam wawancara dengan media setempat, New York Review of Books.
sumber : detik