Jumat, 22 Februari 2013 08:09
![]() |
Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Prabowo Subianto dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi |
2014.
Lebih menarik lagi, sosok Joko Widodo atau Jokowi. Lima bulan lalu
nama Jokowi tidak masuk dalam kontalasi pertarungan politik nasional
2014. Namun, dalam waktu secepat kilat sosoknya muncul dalam benak
pemilih untuk presiden 2014.
"Karena mendapatkan ekspos media yang cukup besar. Karena itu, ini
jadi semacam pembelajaran buat semuanya, termasuk media. Kalau kita
ingin dapatkan tokoh lain di luar dari nama-nama yang ada, bantulah
orang baik untuk bisa dikenal publik, terutama Televisi yang
jangkauannya cukup besar.," ungkap pengamat politik Burhanuddin Muhtadi
di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, Kamis
(21/2/2013).
Dengan munculnya beberapa tokoh baru termasuk Jokowi peta politik
akan berubah dibandingkan kondisi nasional November 2012, karena Jokowi
muncul sebagai alternatif teratas baru ada di bulan Desember 2012.
Sebelumnya Jokowi masih berada dibawah. Munculnya Jokowi mengganggu supremasi dari beberapa elit tua, terutama Prabowo
"Saya lihat ada kegundahan dari Prabowo karena Prabowo yang ikut
memberikan jasa meningkatnya popularitas Jokowi melalui tiket Gerindra
untuk mendukung Jokowi-Ahok. Jadi secara tidak langsung Jokowi sudah
seperti anak macan yang menggigit induknya sendiri. Dia tampil secara
cepat dan dalam waktu singkat mampu mengalahkan orang-orang yang
sebelumnya berjasa membawa Jokowi dari Solo ke Jakarta," paparnya.
Tetapi menurut Burhanuddin, meskipun Jokowi berada di tingkat atas, tapi elektabilitasnya tidak cukup menonjol. Dari 82 persen yang kenal Jokowi yang milih dia baru 20-an persen. Artinya tidak cukup efisien. Meskipun dibanding calon lain dia tetap tertinggi.
Bila dilihat dari sisi fatsoen politik, terang Burhanuddin tidak etis
bila Jokowi maju sebagai calon presiden di 2014, karena bagaimanapun
Jokowi masih punya 'PR' besar terutama selesaikan persoalan besar di
Jakarta.
"Bayangkan ketika dia maju sebagai gubernur, dia belum menuntaskan
amanah yang diberikan warga Surakarta sebagai walikota periode ke 2.
Ketika sekarang jadi gubernur, kalau dia ikut arus maju di 2014, secara
etika tidak tepat," ungkapnya.
Tapi semua itu tergantung kalau PDI Perjuangan dan pada saat
bersamaan masyarakat memandang bahwa Jokowi merupakan figur yang paling
tepat menempati RI 1., tentu semua alasan akan terpatahkan.
sumber : tribun