Perjuangan Sumut di Medan.
Kedatangan sejumlah korban pemerasan itu diterima Wakil Ketua Bidang
Hukum dan HAM DPD PDI Perjuangan Sumut Alamsyah Hamdani, Wakil Ketua DPD
PDI Perjuangan Sumut Brilian Moktar.
Para korban diantar oleh Ketua Departamen Bidang Hubungan
Antarlembaga DPD PDI Perjuangan Sumut Ferdinan Godang, dan kader PDI
Perjuangan yang juga fungsionaris PITI Sumut Rudy Wijaya.
Warga pertama yang mengadu adalah Yamin Gozali (49), warga Kelurahan
Sunggal yang anaknya yang diperas dua oknum polisi tersebut dengan dalih
tuduhan mesum dan ditelanjangi untuk difoto.
Di hadapan kader PDI Perjuangan Sumut itu, Yamin menjelaskan, jika
anak perempuannya, DS (15) dan teman sekolahnya, AL (17), sedang
jalan-jalan di kawasan ringroad, Minggu (6/1/2013) malam. Lalu mobilnya
tiba-tiba dihentikan dua oknum polisi itu.
Di dalam mobil itu, DS dan AL dituduh telah berbuat mesum dan akan
dimasukkan ke penjara. Dua oknum polisi itu memaksa anaknya dan temannya
membuka baju dan celana sambil berciuman.
Namun DS dan SL menolak karena hal itu merupakan tindakan yang tidak layak.
Karena menolak, bagian belakang kepala DS dan teman prianya itu
dipukul. Akhirnya oknum polisi itu mengancam akan menembak mereka
berdua.
"Karena ketakutan, akhirnya DS dan AL terpaksa membuka pakaiannya. Lalu anaknya disuruh berciuman dan difoto."
Setelah itu, DS dan AL dibawa dengan mobil tersebut sambil dimintai
uang sebesar Rp 20 juta agar dilepaskan dari kasus yang dituduhkan.
Namun anaknya tidak mau membayar karena tidak memiliki uang sebanyak
itu.
Brigadir M dan Briptu HS lalu memeriksa ATM milik AL dan menanyakan
uang yang disimpan dalam ATM. Teman anaknya itu bilang ada uang Rp 15
juta.
Meski memiliki uang, AL tetap tidak mau memberikan uang dalam ATM
tersebut, sehingga keduanya dibawa ke Satuan Shabara Polresta Medan di
Jalan Putri Hijau.
Polisi itu lalu menghubungi Yamin Gozali dan disebutkan kalau anaknya
telah menabrak mobil polisi. Yamin kemudian disuruh ke Polresta Medan.
Di sebuah ruangan, Yamin melihat AL hanya mengenakan sarung,
sedangkan anaknya telah berpakaian. Namun ia heran karena tangan DS dan
AL diikat layaknya pelaku kejahatan.
Yamin lalu mempertanyakan alasan kedua tangan anaknya diikat. Karena bukan pelaku kejahatan, ikatan di tangan DS dan AL dilepas.
Yamin lalu mempertanyakan kerusakan mobil patroli polisi yang
ditabrak AL dan DS. Namun oknum polisi itu tidak mau menunjukkan
kerusakan itu.
Akhirnya ia mengetahui jika anaknya diperas dan diperlakukan tidak senonoh oleh dua oknum polisi itu.
Beberapa perwira polisi di tempat itu berupaya untuk menengahi. Lalu
dipertanyakan tentang foto yang diambil ketika DS dan AL disuruh membuka
baju. Namun oknum polisi itu bilang telah dihapus.
Yamin mengaku tidak terima atas perlakuan dua oknum polisi tersebut.
Tidak terima dengan perlakuan dua polisi tersebut, keesokan harinya,
Yamin mengadu ke Mapolda Sumut atas perbuatan anggotanya yang sangat
memalukan bagi institusi Polri itu. "Mereka harus diberi sanksi berat,
kalau perlu dipecat," kata Yamin.
Namun ia memuji reaksi Bidang Propam Polda Sumut yang cepat
menanggapi laporan tindakan memalukan dua oknum polisi itu. "Sebelum
sampai di rumah usai melapor, saya ditelepon kalau dua polisi itu sudah
ditahan" tukas Yamin.
Ternyata, korban pemerasan Brigadir M dengan alasan perbuatan mesum
dan menabrak mobil polisi cukup banyak. Rupanya, polisi itu juga pernah
memeras warga lain.
MK (57), warga Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Medan Timur juga mengaku
pernah menjadi korban pemerasan Brigadir M pada pertengahan Desember
2012 ketika melintas di kawasan ringroad Medan.
Sekitar pukul 20.00 WIB pada pertengahan Desember 2012 itu, mobilnya
ditabrak dari belakang yang ternyata mobil patroli polisi. Lalu Brigadir
M yang berada dalam mobil patroli itu mendatanginya dan menuduh telah
merusak fasilitas negara tersebut.
MK dibawa ke Mako Satuan Shabara Polresta Medan di Jalan Putri Hijau.
Di situ, ia ditendang sebanyak dua kali agar mau mengaku dan membayar
ganti rugi atas tuduhan penabrakan itu. Padahal, ia justru ditabrak dari
belakang.
Lalu, oknum polisi itu memaksa untuk membongkar dompet dan HP korban
untuk diperiksa. Setelah memeriksa isi HP, oknum polisi itu justru
menuduhnya sebagai bandar togel. Lalu, ia dimintai uang Rp 10 juta agar
dapat dilepaskan.
Karena tidak mengerti hukum dan terus diintimidasi, MK terpaksa
meminjam uang temannya untuk membayar permintaan oknum polisi itu.
Setelah uang itu ada, ia disuruh ke SPBU di depan Hotel Emerald untuk
menyerahkan uang tersebut. MK bersama temannya terpaksa menyerahkan uang
itu supaya tidak ditahan.
Aksi pemerasan juga dialami AD (25), warga Kelurahan Pulo Brayan
Kota, Kecamatan Medan Barat ketika sedang melintas di jalan tol dekat
kawasan Cemara bersama teman wanitanya, LD pada 16 Desember 2012 sekitar
pukul 20.0 WIB.
Menurut AD, mobilnya dihentikan dan disuruh membuka kaca. Setelah
itu, ada oknum polisi yang datang dan menyuruh LD duduk di kursi
belakang, sedangkan satu polisi lagi duduk di bagian depan.
Meski tidak mengetahui nama oknum polisi itu, tetapi salah satu ciri-ciri oknum polisi menyerupai Brigadir M.
Di mobil itu, dua oknum polisi tersebut menyuruh LD untuk membuka
baju supaya difoto. Namun teman wanitanya itu tidak mau, akhirnya mereka
dibawa ke Mako Satuan Shabara Polresta Medan di Jalan Putri Hijau.
Di tempat itu, oknum polisi tersebut meminta uang Rp 30 juta supaya
dibebaskan. Karena tidak mau memberikan uang, keduanya diintimidasi
hingga pukul 23.00 malam.
Karena kebingungan, ia pun menghubungi seorang perwira Ditlantas
Polda Sumut dan anggota DPRD Sumut Brilian Moktar yang memberikan
advokasi sehingga bisa dilepaskan karena tidak bersalah.
Dre@ming Post______
sumber : tribun