Minggu, 11 November 2012 | 10:09
BANDARLAMPUNG - Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Lampung, Juniardi mengatakan, bias
informasi yang cenderung menyesatkan
menjadi faktor paling mudah menyulut soliditas kelompok yang telah
menyimpan benih-benih perbedaan dan
pemicu bentrok antarwarga.
Pendapat tersebut disampaikan Juniardi, di Bandarlampung, Minggu (11/11), terkait beberapa kali peristiwa bentrokan antarwarga di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Tengah.
Bentrokan tersebut, menurut dia, antara lain dipicu oleh informasi menyesatkan yang tersebar di tengah masyarakat, sehingga memicu terjadi pertikaian antarkelompok warga.
Menanggapi bentrok yang terjadi antara warga Buyut Udik, Kecamatan Gunung Sugih dengan warga Kesumadadi, Kecamatan Bekri di Lampung Tengah, dia mengingatkan adanya bias informasi di dalamnya yang menjadi pemicu bentrokan tersebut.
Informasi yang berkembang, kata dia, ada warga Kampung Buyut Udik itu diduga terlibat pencurian sapi, kemudian dihakimi warga Kesumadadi dan akhirnya tewas dibakar massa. Warga Kampung Buyut Udik pun tidak terima, dan bermaksud membalas.
Namun, ujar dia lagi, informasi lainnya menyebutkan bahwa ternyata pemuda itu tidak mencuri sapi, tapi terlibat keributan dengan pemuda setempat.
Karena kalah, pemuda itu kabur, dan diteriaki maling, sehingga dikepung massa, dan akhirnya dibakar hingga tewas. "Penanganan konflik seharusnya tidak sporadis dan seperti pemadam kebakaran, datang setelah api berkobar. Konflik harus ada upaya antisipasi terhadap titik-titik rawan konflik sehingga bias informasi yang cenderung menyesatkan hingga menyulut konflik tidak terjadi lagi," ujarnya.
Menurut dia, Lampung merupakan daerah dengan penduduk beraneka ragam suku yang heterogen. Namun, dia menilai selama ini pembangunan pranata-pranata sosial masih sangat kurang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak.
Kondisi tersebut diperparah dengan penegakan hukum yang masih belum maksimal, kata dia lagi. "Pemerintah, tokoh masyarakat atau tokoh adat, tokoh agama serta aparat keamanan harus bahu membahu membangun toleransi dalam ke-bhinnekaan, sehingga dapat tercipta kehidupan yang harmoni dalam masyarakat," ujar Juniardi lagi.
Dia mengingatkan konflik antarwarga Balinuraga dan Agom di Lampung Selatan baru saja reda, jangan sampai konflik serupa merembet dan terjadi di daerah lainnya di Lampung.
"Antisipasi harus dilakukan terhadap daerah-daerah lain, agar tidak ada kepentingan politik atau ekonomi yang akhirnya dapat menunggangi potensi-potensi konflik yang ada di Lampung," kata dia pula.

pemicu bentrok antarwarga.
Pendapat tersebut disampaikan Juniardi, di Bandarlampung, Minggu (11/11), terkait beberapa kali peristiwa bentrokan antarwarga di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Tengah.
Bentrokan tersebut, menurut dia, antara lain dipicu oleh informasi menyesatkan yang tersebar di tengah masyarakat, sehingga memicu terjadi pertikaian antarkelompok warga.
Menanggapi bentrok yang terjadi antara warga Buyut Udik, Kecamatan Gunung Sugih dengan warga Kesumadadi, Kecamatan Bekri di Lampung Tengah, dia mengingatkan adanya bias informasi di dalamnya yang menjadi pemicu bentrokan tersebut.
Informasi yang berkembang, kata dia, ada warga Kampung Buyut Udik itu diduga terlibat pencurian sapi, kemudian dihakimi warga Kesumadadi dan akhirnya tewas dibakar massa. Warga Kampung Buyut Udik pun tidak terima, dan bermaksud membalas.
Namun, ujar dia lagi, informasi lainnya menyebutkan bahwa ternyata pemuda itu tidak mencuri sapi, tapi terlibat keributan dengan pemuda setempat.
Karena kalah, pemuda itu kabur, dan diteriaki maling, sehingga dikepung massa, dan akhirnya dibakar hingga tewas. "Penanganan konflik seharusnya tidak sporadis dan seperti pemadam kebakaran, datang setelah api berkobar. Konflik harus ada upaya antisipasi terhadap titik-titik rawan konflik sehingga bias informasi yang cenderung menyesatkan hingga menyulut konflik tidak terjadi lagi," ujarnya.
Menurut dia, Lampung merupakan daerah dengan penduduk beraneka ragam suku yang heterogen. Namun, dia menilai selama ini pembangunan pranata-pranata sosial masih sangat kurang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak.
Kondisi tersebut diperparah dengan penegakan hukum yang masih belum maksimal, kata dia lagi. "Pemerintah, tokoh masyarakat atau tokoh adat, tokoh agama serta aparat keamanan harus bahu membahu membangun toleransi dalam ke-bhinnekaan, sehingga dapat tercipta kehidupan yang harmoni dalam masyarakat," ujar Juniardi lagi.
Dia mengingatkan konflik antarwarga Balinuraga dan Agom di Lampung Selatan baru saja reda, jangan sampai konflik serupa merembet dan terjadi di daerah lainnya di Lampung.
"Antisipasi harus dilakukan terhadap daerah-daerah lain, agar tidak ada kepentingan politik atau ekonomi yang akhirnya dapat menunggangi potensi-potensi konflik yang ada di Lampung," kata dia pula.
sumber : micom