Selasa, 23/10/2012 01:09
Jakarta
Suasana Sabang, Aceh pada 12 April 2007 dini hari itu mencekam. Usai aparat militer
menggerebek hakim Puji Wijayanto yang tengah mesum dengan
teman perempuannya, masyarakat meminta hakim yang kini bertugas di
Pengadilan Negeri (PN) Bekasi itu segera dihukum cambuk.
Namun, sepucuk faksimili dari atasan Puji menyelamatkan nasibnya dalam kejadian yang terjadi pada 12 April 2007 itu. "Usai digerebek, Puji diarak
ke markas militer. Lalu diserahkan ke Polres Sabang," kata seorang sumber detikcom di kalangan pengadilan yang tidak mau disebut namanya, Senin (22/10/2012).
Sepanjang penggerebekan hingga ke Polres, suasana Sabang panas. Masyarakat memenuhi gedung dan terus mendesak agar Puji segera dimintai pertanggungjawaban dengan ancaman hukuman cambuk. Namun saat waktu beranjak siang, perbuatan asusila ini sudah diketahui pimpinan Mahkamah Agung (MA) di Jakarta.
"Entah siapa yang memberitahu Jakarta akan kejadian ini. Sangat cepat Jakarta tahu," ujarnya.
Tidak berapa lama, bunyi mesin fax terdengar di kantor Polres Sabang. Sebuah surat dari Pengadilan Tinggi Aceh masuk dengan isi memerintahkan Puji untuk diperiksa di Aceh, tempat Pengadilan Tinggi bermarkas. Seluruh pimpinan dan tokoh masyarakat Sabang yang berada di ruangan tercekat. Antara mematuhi isi fax tersebut atau memenuhi rasa keadilan masyarakat. Lalu hasil musyawarah memutuskan untuk memenuhi perintah atasan Puji tersebut.
Lantas dibawalah Puji ke Banda Aceh dengan dihadang demo masyarakat sepanjang perjalanan. Usai sampai di PT Aceh, Puji lalu diperiksa oleh pimpinan setempat. "Hari kedua, ada perintah supaya Puji diperiksa oleh MA. Lalu dibawalah Puji ke Jakarta," bebernya.
Setelah itu, Puji tak pernah kembali menjejakkan kaki di bumi Serambi Mekkah itu. Keadilan warga Aceh sangat terusik dan terkoyak atas ulah Puji. Selama satu bulan, PN Sabang tidak berani menyidangkan perkara karena menanggung malu. Bahkan selama satu tahun banyak terdakwa protes dalam persidangan karena Puji tidak kunjung diadili. Para terdakwa menilai ada standar ganda dalam proses hukum.
"Tidak berapa lama, keluar SK jika hakim Puji dimutasi ke Yogyakarta," ungkapnya.
Toh, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya Puji jatuh jua. Dia ditangkap anggota buru sergap BNN di Illegals Club, Hayam Wuruk, Jakarta Pusat tengah berpesta narkotika bersama empat orang perempuan Selasa (16/10) lalu.

Namun, sepucuk faksimili dari atasan Puji menyelamatkan nasibnya dalam kejadian yang terjadi pada 12 April 2007 itu. "Usai digerebek, Puji diarak
ke markas militer. Lalu diserahkan ke Polres Sabang," kata seorang sumber detikcom di kalangan pengadilan yang tidak mau disebut namanya, Senin (22/10/2012).
Sepanjang penggerebekan hingga ke Polres, suasana Sabang panas. Masyarakat memenuhi gedung dan terus mendesak agar Puji segera dimintai pertanggungjawaban dengan ancaman hukuman cambuk. Namun saat waktu beranjak siang, perbuatan asusila ini sudah diketahui pimpinan Mahkamah Agung (MA) di Jakarta.
"Entah siapa yang memberitahu Jakarta akan kejadian ini. Sangat cepat Jakarta tahu," ujarnya.
Tidak berapa lama, bunyi mesin fax terdengar di kantor Polres Sabang. Sebuah surat dari Pengadilan Tinggi Aceh masuk dengan isi memerintahkan Puji untuk diperiksa di Aceh, tempat Pengadilan Tinggi bermarkas. Seluruh pimpinan dan tokoh masyarakat Sabang yang berada di ruangan tercekat. Antara mematuhi isi fax tersebut atau memenuhi rasa keadilan masyarakat. Lalu hasil musyawarah memutuskan untuk memenuhi perintah atasan Puji tersebut.
Lantas dibawalah Puji ke Banda Aceh dengan dihadang demo masyarakat sepanjang perjalanan. Usai sampai di PT Aceh, Puji lalu diperiksa oleh pimpinan setempat. "Hari kedua, ada perintah supaya Puji diperiksa oleh MA. Lalu dibawalah Puji ke Jakarta," bebernya.
Setelah itu, Puji tak pernah kembali menjejakkan kaki di bumi Serambi Mekkah itu. Keadilan warga Aceh sangat terusik dan terkoyak atas ulah Puji. Selama satu bulan, PN Sabang tidak berani menyidangkan perkara karena menanggung malu. Bahkan selama satu tahun banyak terdakwa protes dalam persidangan karena Puji tidak kunjung diadili. Para terdakwa menilai ada standar ganda dalam proses hukum.
"Tidak berapa lama, keluar SK jika hakim Puji dimutasi ke Yogyakarta," ungkapnya.
Toh, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya Puji jatuh jua. Dia ditangkap anggota buru sergap BNN di Illegals Club, Hayam Wuruk, Jakarta Pusat tengah berpesta narkotika bersama empat orang perempuan Selasa (16/10) lalu.
sumber : detik