Selasa, 20 September 2011 | 04:39
Siswa SMAN 6 Pukul Lima Orang Wartawan
JAKARTA - Kedatangan para wartawan untuk meminta pertanggung jawaban dari pihak SMA 6 Bulungan,
Jakarta Selatan, terkait kasus pengeroyokan dan perampasan kaset yang dialami wartawan Trans7, Oktaviardi, berujung pada pemukulan lima orang wartawan. Mereka bernama Panca Syaukani (Media Indonesia), Aldi Gultom (Rakyat Merdeka), Wahyu (Radio Elshinta), dan Anton (stringer Metro TV).

"Saya dipukul saat mengambil gambar aksi ini," kata Panca di depan halaman SMA 6, Senin (19/9/2011). Belum ada pihak sekolah yang mau memberi keterangan seputar keributan maupun aksi pemukulan yang dilakukan siswa mereka kepada wartawan yang sedang melakukan aksi protes.
Sebelumnya, aksi protes digelar puluhan wartawan terkait dengan pemukulan yang dilakukan terhadap pelajar
SMA 6 saat terjadi tawuran di depan sekolah mereka dengan SMA 70 Bulungan.
SMA 6 saat terjadi tawuran di depan sekolah mereka dengan SMA 70 Bulungan.
Wartawan Trans7, Oktaviardi, yang kebetulan sedang berada di lokasi tawuran, menjadi korban saat sedang mengambil gambar. Puluhan pelajar yang melihatnya langsung mengerubungi Oktaviardi dan mengambil paksa kaset liputannya. Saat ini kejadian yang dialami Okta sudah dilaporkan ke polisi.
Kapolri: Tindak Pelaku Pengeroyokan di SMA 6
Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo mengatakan, siswa SMAN 6 Jakarta yang diduga melakukan kekerasan terhadap sejumlah wartawan di lingkungan SMAN 6 Jakarta, Senin (19/9/2011), akan diproses secara hukum.
"Pelaku kekerasan akan ditindak, diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Kepala Polri kepada para wartawan di Kantor Presiden seusai mengikuti rapat kabinet terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan.
Terkait hal ini, Timur mengatakan, kepolisian akan melakukan kerja sama dengan pihak sekolah.
Seperti diwartakan, lima wartawan dikeroyok oleh puluhan pelajar dari SMA Negeri 6 Jakarta, Senin seusai mereka mengikuti ujian. Kelima wartawan menjadi sasaran kebrutalan pelajar tersebut adalah Aldi Gultom dari Rakyat Merdeka Online, Panca dari Media Indonesia, Antonius Tarigan kontributor Metro TV, Riman Wahyudi dari El Shinta dan Septiawan dari Sinar Harapan.
Menurut Aldi, peristiwa terjadi seusai para pelajar SMA Negeri 6 mengikuti ujian, sementara beberapa rekan wartawan sedang melakukan negosiasi terkait kasus pemukulan wartawan Trans7 atas nama Oktaviardi pada Jumat sore (16/9/2011).
"Pas selesai ujian, kita ambil gambar. Awalnya cekcok biasa, kemudian pelajar nantang untuk berkelahi, provokasi selalu datang dari pelajar," kata Aldi.
Aldi mengatakan, yang kena pukul pertama adalah Panca oleh sekitar 20-an pelajar SMA Negeri 6, kemudian dia berusaha melerai untuk menyelamatkan. "Saya mencoba untuk menolong, tapi malah kena sasaran para pelajar, mereka pukul pelipis bagian kiri saya," kata Aldi, sambil menunjukan bekas memar akibat pukulan.
Sementara itu, Wahyu yang menjadi korban pemukulan bagian belakang kepala dan samping, mengaku masih merasa pusing akibat dipukul puluhan pelajar. "Saat itu, posisi saya terkurung para pelajar langsung memukul dan mengambil barang-barang yang ada di kantong saya," kata Wahyu.
Fotografer "Kompas.com" Dikeroyok Siswa SMA 6
Aksi protes para wartawan di SMA 6 Jakarta berujung ricuh, Senin (19/9/2011). Puluhan siswa SMA mengejar para pekerja media yang berkumpul. Saat aksi kejar, polisi sempat mengeluarkan tembakan peringatan.
Banar Fil Ardhi, fotografer Kompas Images, mengalami luka darah di bagian wajah dan lengan karena dikeroyok para siswa. Selain itu, fotografer lainnya, Fransiskus Simbolon dari Kontan, juga terjatuh saat dikejar, tetapi beruntung tidak sempat dipukul.
"Saya sama Roderick (fotografer Kompas Images) mau kirim foto di depan SMA, lalu ada anak SMA nyolot, teman-teman media tidak terima, lalu mereka mengejar kita. Saya lari ke arah terminal Blok M," ujar Banar.
Ketika itu serangan datang tiba-tiba. "Usai dikejar pertama saya memotret, tapi reda dan kami berkumpul lagi. Saya lalu membeli air minum, tiba-tiba dari dua arah para siswa mengejar kami lagi, saya terjatuh dan dikeroyok. Syukurnya ada warga dan teman yang menolong," katanya.
Wartawan melakukan aksi protes dan meminta pertanggungjawaban dari pihak SMA 6, Bulungan, Jakarta Selatan, terkait kasus pengeroyokan dan perampasan kaset yang dialami wartawan Trans7, Oktaviardi, ketika meliput tawuran di depan sekolah.
Kapolres Jaksel Janji Usut Kasus di SMA 6
Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Imam Sugianto berjanji untuk mengusut tuntas peristiwa pengeroyokan terhadap wartawan yang diduga dilakukan pelajar SMA 6 Bulungan, Jakarta.
"Kita akan proses siapa pun yang terlibat pemukulan terhadap wartawan," kata Imam di Jakarta, Senin (19/9/2011).
Kejadian berawal saat seorang fotografer harian Media Indonesia, Panca Syurkani, berunjuk rasa di depan SMA Negeri 6. Hal ini merupakan reaksi dari pemukulan yang diduga dilakukan oknum pelajar sekolah tersebut terhadap wartawan Trans7, Oktaviardi.
Saat berorasi, Panca dianiaya oknum siswa sehingga membuat wartawan lain berdatangan menggelar aksi solidaritas. Sementara itu, Oktaviardi juga menjadi korban penganiayaan saat meliput aksi tawuran antara pelajar SMA Negeri 6 Bulungan dan SMA Negeri 70 Bulungan, Jumat (16/9/2011).
Fotografer KOMPAS.com, Banar Fil Ardi pun menjadi korban penganiayaan para pelajar. Ia mengalami luka lebam di bagian wajah akibat pengeroyokan tersebut. Pelajar SMA Negeri 6 juga menganiaya pewarta foto harian Seputar Indonesia, Yudistiro Pranoto. Korban Yudistiro mengalami luka cukup serius di bagian kepala setelah dianiaya pelajar menggunakan batu bata.
Imam menyatakan, pihaknya akan mengusut secara tuntas pemukulan terhadap wartawan berdasarkan laporan korban. Puluhan petugas kepolisian berjaga di depan SMA Negeri 6 Bulungan guna mengantisipasi bentrokan susulan.
Siswa Anarkistis, Kepsek SMA 6 Diam
Aksi pemukulan siswa SMA Negeri 6 Jakarta terhadap wartawan berujung panjang. Setelah sebelumnya juru kamera Trans7 jadi korban pemukulan, kini korban aksi brutal oknum siswa bertambah. Fotografer Kompas.com dan harian Seputar Indonesia ikut menjadi korban.
Yudistiro Pranoto, fotografer Seputar Indonesia, hanya bisa terbaring di Ruang UGD Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) setelah terjadi penyerangan oleh para siswa SMA 6 Jakarta. Penyerangan terjadi setelah upaya negosiasi antara para pewarta dan pihak sekolah terkait kasus pemukulan sebelumnya.
"Setelah negosiasi, kami keluar dari ruangan. Hasil negosiasi harus ada hukuman terhadap pelaku pemukulan dan penganiayaan, serta mengganti rugi alat-alat kameramen yang rusak. Itu disepakati sekolah," jelas staf Divisi Advokasi Pewarta Foto Indonesia, Robinsar Opak, saat ditemui RSPP, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011).
Setelah itu, para siswa langsung menyerang pewarta tersebut. Bukan cuma tangan kosong, mereka juga menghajar para pewarta. Siswa yang beringas tersebut menghajar dengan menggunakan, kayu, batu bata, bahkan senjata tajam. "Entah kenapa, kepala sekolahnya pun seperti melakukan pembiaran," ucapnya.
Akibat peristiwa tersebut, sejumlah wartawan mengalami luka akibat lemparan batu. Yudistiro yang dibawa ke rumah sakit tampak lemah dengan luka di bagian kepala, punggung, dan kaki. "Mungkin masih banyak teman-teman yang luka, tapi yang baru saya tahu hanya satu," ungkapnya.
Sementara itu, Banar Fil Ardhi, fotografer Kompas.com, pun mengalami luka berdarah di bagian wajah dan lengan karena dikeroyok para siswa. "Saya sama Roderick (fotografer Kompas.com) mau kirim foto di depan SMA, lalu ada anak SMA nyolot, teman-teman media tidak terima, lalu mereka mengejar kita. Saya lari ke arah Terminal Blok M," ujar Banar.
Ketika itu serangan datang tiba-tiba. "Usai dikejar pertama saya memotret, tapi reda, dan kami berkumpul lagi. Saya lalu membeli air minum, tiba-tiba dari dua arah para siswa mengejar kami lagi, saya terjatuh dan dikeroyok. Syukurnya ada warga dan teman yang menolong," katanya.
Gilang Puas Pukuli Wartawan
Seseorang yang diduga siswa SMAN 6 Bulungan, Jakarta Selatan, mengaku puas memukuli wartawan hingga babak belur. Hal tersebut disampaikan dalam akun Twitter @Gilang_Perdanaa selang dua menit peristiwa pemukulan wartawan oleh puluhan siswa, Senin (19/9/2011) siang.
"Puas gua mukulin wartawan di jalur sampe bonjok2 emosi bet gua," tulis pemilik akun Gilang_Perdanaa dalam tweet-nya. Kurang puas dengan kicauannya, Gilang_Perdanaa lalu menulis lagi secara beruntun. "Mahakam keras coy, jangan ngusik kalo gak mau diusik, wartawan pun jadi korban," tulisnya. "Mampus mobil wartawan ancur," tulisnya lagi.
Tak lama kemudian, setelah tweet Gilang_Perdanaa mendapat kecaman sejumlah orang, si empunya akun tersebut pun sengaja memblokir akun miliknya hingga tak dapat diakses lagi.
Dalam aksi arogan pelajar SMAN 6 Jakarta itu, sejumlah wartawan mengalami luka lebam, yaitu Yudistiro Pranoto (fotografer Seputar Indonesia), Banar Fil Ardhi (fotografer Kompas.com), Panca Syurkani (fotografer Media Indonesia), Septiawan (fotografer Sinar Harapan), dan Doni (Trans TV).
Seperti diberitakan sebelumnya, wartawan melakukan aksi potes dan meminta pertanggungjawaban dari pihak SMAN 6 Bulungan, Jakarta Selatan, terkait kasus pengeroyokan dan perampasan kaset-kaset yang dialami wartawan Trans7, Oktaviardi, ketika meliput tawuran di depan sekolah.
Ikut Memaki Wartawan, Astrid Jadi Bulan-bulanan
Berkomentar di Twitter bukan tanpa etika. Salah-salah, Anda bisa dikecam beramai-ramai gara-gara komentar yang kurang mengenakkan. Seperti dialami pemilik akun @AstridAdriani, Senin (19/9/2011) malam ini. Meski tak turut dalam aksi pemukulan, ia jadi bulan-bulanan kecaman.
Gara-gara memaki wartawan yang menjadi korban pemukulan dalam kericuhan di depan SMAN 6 di Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, tadi siang, ia harus terima kecaman banyak pengguna Twitter. Sebagian di antaranya menasihati Astrid agar lain kali jangan asal bicara.
Astrid dikecam karena komentarnya sambil me-retweet tulisan @Gilang_Perdanaa, yang mengaku turut memukul wartawan. "Haha saik ._. wartawannya semoga mati deh :D RT @Gilang_Perdanaa: Puas gua mukulin wartawan di jalur sampe bonjok2 emosi bet gua t**," tulis @AstridAdriani.
Kontan, komentar Astrid langsung banyak di-reply pengguna Twitter lainnya. Ia pun menjadi bulan-bulanan kecaman di layanan microblogging tersebut. Tak lama berselang, akun yang tadinya bisa dibaca publik pun ditutup. Hanya teman-temannya yang dapat melihatnya.
Namun, saat mendapat banyak kecaman, ia berdalih akunnya dibajak orang lain sehingga sampai keluar kalimat tersebut. Lewat akunnya pula, ia pun sempat berkali-kali meminta maaf atas perbuatannya. Namun, nasi sudah menjadi bubur, komentarnya terlanjur disebar dan tidak bisa ditarik lagi. "Mahakam keras, Twitter lebih keras bung!" tulis salah satu pengguna Twitter.
Kadisdik DKI Sesalkan Bentrok di SMA 6
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto menyayangkan terjadinya bentrok antara wartawan dan siswa SMA Negeri 6 di Jalan Mahakam, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011).
"Saya menyesalkan atas kejadian tersebut. Seharusnya hal itu tidak boleh terjadi. Ini mungkin karena ada salah komunikasi, mungkin juga ada yang 'mengipas-kipasi'," kata Taufik.
Ia mengaku telah menerima laporan informasi tawuran tersebut dari kepala sekolah yang bersangkutan. Namun, pihaknya belum memutuskan apa-apa sebab masih perlu membahasnya lebih lanjut. Pembahasan itu termasuk apakah ada ganti rugi untuk korban dan lainnya.
Taufik berharap, baik pihak wartawan maupun sekolah dapat menyelesaikan masalah yang ada melalui mediasi tanpa kekerasan. Selain itu, sekolah seharusnya menjadi tempat untuk menumbuhkan bibit persaudaraan, bukan kekerasan.
"Saya juga minta sekolah agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan wartawan ataupun masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Agus Suradika meminta maaf atas kejadian bentrokan SMA Negeri 6 saat aksi damai wartawan. Peristiwa ini dinilai tidak hanya mencoreng nama SMA 6, tetapi juga mencoreng dunia pendidikan.
"Kami akan selidiki lebih lanjut. Kami juga akan menjenguk korban bentrokan yang kebetulan merupakan wartawan," kata Agus ketika dijumpai di Balaikota Jakarta, Senin (19/9/2011).
Agus mengatakan, kejadian ini tidak serta-merta dapat digunakan sebagai alasan untuk mengganti kepala SMAN 6. Masalah ini harus dilihat dulu dari berbagai sisi. Jika kekeliruan ada di sekolah, maka kepala sekolah akan dikenai sanksi. Jika memang siswanya yang salah, maka siswa tersebut yang akan mendapat sanksi. "Jangan sampai siswa yang salah, guru yang dihukum. Jadi dilihat tingkat kesalahan seperti apa," ujarnya.
Siswa SMAN 6 Gilang Perdana Dilaporkan ke Polisi
Empat wartawan yang menjadi korban luka dalam kericuhan yang terjadi di depan SMAN 6 Jakarta siang tadi resmi membuat laporan di Polres Jakarta Selatan. Di dalam laporan polisi yang dicatat di Polres Jakarta Selatan, pihak terlapor adalah seorang siswa SMAN 6 Jakarta, Gilang Perdana.
Sementara itu, para pelapor adalah Banar Fil Ardhi juru foto Kompas.com, Yudistiro Pranoto juru foto harian Seputar Indonesia, Dodi wartawan Trans 7, dan Panca Saukani juru foto harian Media Indonesia.
Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Budi Irawan mengatakan, Gilang bisa saja dikenakan pasal pengeroyokan. "Gilang dan kawan-kawan kalau terbukti bisa dikenakan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan pasal pengrusakan terhadap harta benda," ujarnya, Senin (19/9/2011) di Jakarta.
Jika terbukti, maka Gilang bisa terancam melakukan pengeroyokan dengan hukuman penjara di atas 5 tahun. Selain itu, Budi menambahkan bahwa para pelaku nantinya juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 karena menghambat kerja jurnalis dalam mencari berita. "Nanti bisa ditambahkan Undang-Undang Pers," ujarnya.
Gilang hingga saat ini belum dipanggil polisi untuk diperiksa sebagai pihak terlapor dan belum ditangkap. Budi tidak memaparkan kapan rencana pemeriksaan akan dilakukan terhadap Gilang. Pasalnya, hingga kini polisi masih memeriksa korban dari pihak wartawan.
Sebelumnya, Gilang Perdana yang diduga merupakan pemilik akun @Gilang_Perdanaa menjadi orang paling dicari oleh para pengguna Twitter. Hal ini lantaran tweet-tweet Gilang penuh dengan kebencian terhadap wartawan terkait kericuhan siang tadi. Namun, akun itu pun tak bisa lagi diakses dan akun Gilang pun sempat berganti-ganti nama.
Adapun kericuhan siang tadi berawal dari kasus penganiayaan wartawan Trans7, Oktaviardi, pada Jumat (16/9/2011). Saat itu, Okta dikeroyok siswa SMA lantaran mengambil gambar tawuran di luar areal SMAN 6 Jakarta. Para siswa pun menyita rekaman kaset dari Okta. Atas tindakan ini, puluhan wartawan menggelar aksi damai memprotes tindakan represif tersebut di depan SMAN 6 Jakarta di wilayah Bulungan, Jakarta Selatan, siang ini.
Entah karena apa, emosi kedua belah pihak pun tersulut dan akhirnya terjadi bentrokan. Ratusan siswa SMAN 6 Jakarta turun ke jalan melawan sekitar 50 wartawan yang hadir. Tembakan peringatan kepolisian pun akhirnya dikeluarkan.
sumber : kompas