Prancis Hancurkan Lima Jet Tempur Libia
PARIS - Pesawat-pesawat perang Prancis menghancurkan lima pesawat dan dua helikopter militer Libia di
pangkalan udara Misrata dalam 24 jam terakhir. Kelima pesawat yang hancur di Misrata itu adalah jet-jet tempur Galeb dan helikopternya MI-35.
Juru bicara militer Prancis Thierry Burkhard mengatakan tujuh pesawat militer Libia tersebut dihancurkan ketika berada di darat di pangkalan itu, di dekat kota Misrata yang dikuasai pemberontak. Pesawat-pesawat Libya itu sedang bersiap untuk melakukan serangan di daerahitu ketika dihancurkan.
Satu patroli jet tempur Rafale Prancis, yang didukung oleh sebuah AWACS Hawkeye E2-C, melakukan serangan udara semalam, dan sekitar 20 pesawat Prancis didukung oleh empat tanker dan sebuah AWACS E3F menghantam sejumlah sasaran pada hari itu, kata pasukan bersenjata dalam satu pernyataan.
Serangan-serangan itu, bagian dari serangan yang dimandatkan PBB oleh koalisi Barat untuk menghentikan serangan pasukan Muamar Gaddafi terhadap pemberontak yang berusaha untuk mengakhiri 41 tahun pemerintahannya, terjadi di daerah Misrata dn Zintan.
Didukung oleh serangan udara koalisi, pemberontak telah merebut kembali kota strategis Ajdabiyah, Sabtu, setelah bertempuran sepanjang malam yang memberikan kesan perubahan kondisi pada pasukan Gaddafi di timur. Pasukan pro-Gaddafi sebelumnya menggempur kota itu dengan tembakan tank, mortir dan artileri, yang baru berhenti ketika pesawat koalisi tampak di atas, kata seorang pemberontak.

Juru bicara militer Prancis Thierry Burkhard mengatakan tujuh pesawat militer Libia tersebut dihancurkan ketika berada di darat di pangkalan itu, di dekat kota Misrata yang dikuasai pemberontak. Pesawat-pesawat Libya itu sedang bersiap untuk melakukan serangan di daerahitu ketika dihancurkan.
Satu patroli jet tempur Rafale Prancis, yang didukung oleh sebuah AWACS Hawkeye E2-C, melakukan serangan udara semalam, dan sekitar 20 pesawat Prancis didukung oleh empat tanker dan sebuah AWACS E3F menghantam sejumlah sasaran pada hari itu, kata pasukan bersenjata dalam satu pernyataan.
Serangan-serangan itu, bagian dari serangan yang dimandatkan PBB oleh koalisi Barat untuk menghentikan serangan pasukan Muamar Gaddafi terhadap pemberontak yang berusaha untuk mengakhiri 41 tahun pemerintahannya, terjadi di daerah Misrata dn Zintan.
Didukung oleh serangan udara koalisi, pemberontak telah merebut kembali kota strategis Ajdabiyah, Sabtu, setelah bertempuran sepanjang malam yang memberikan kesan perubahan kondisi pada pasukan Gaddafi di timur. Pasukan pro-Gaddafi sebelumnya menggempur kota itu dengan tembakan tank, mortir dan artileri, yang baru berhenti ketika pesawat koalisi tampak di atas, kata seorang pemberontak.
Paus Desak Gencatan Senjata di Libia
VATIKAN - Paus Benediktus XVI pada Minggu (27/3) menyeru pembicaraan segera secara damai di Libia, dengan mengatakan bahwa ia prihatin akan keselamatan warga di sana dan mendesak rujuk di seluruh Timur Tengah.
"Saya menyampaikan imbauan tulus kepada badan antarbangsa dan mereka dengan tanggung jawab politik dan militer untuk segera melakukan pembicaraan, yang akan menghentikan penggunaan senjata," katanya kepada jemaat di Vatikan.
"Saat dihadapkan dengan berita yang lebih mengemparkan dari Libia, keprihatinan saya meningkat atas keselamatan dan keamanan penduduk, seperti ketakutan saya akan keadaan, yang berkembang akibat penggunaan senjata," katanya.
"Pada saat ketegangan tertinggi, menjadi lebih mendesak untuk menggunakan setiap cara diplomatik dan mendukung tanda terlemah sekalipun dari keterbukaan dan kemauan rujuk dari semua pihak, yang terlibat," tambahnya.
Dalam pidatonya itu, Paus juga menyebut kerusuhan di seluruh wilayah tersebut. "Pikiran saya mengarah ke pihak berwenang dan warga Timur Tengah, tempat terjadi berbagai kekerasan bahwa jalan damai dan rujuk juga dapat dipilih untuk keberadaan bersama secara adil dan persaudaraan," katanya.
Sesudah gerakan tentara antarbangsa untuk memberlakukan wilayah larangan terbang di Libia, Paus pada Minggu lalu mendesak pemimpin dunia menjamin keselamatan rakyat Libya dan menjamin bantuan kemanusiaan.
Harian resmi Vatikan Osservatore Romano sebelumnya menyatakan Prancis tergesa-gesa melancarkan gerakan tentara terhadap pemimpin Libia Moamar Khadafi dan mengatakan terdapat kebingungan besar dalam siasat.
Pendeta utama Gereja Katolik di Libia Giovanni Innocenzo Martinelli, pada pekan lalu menyatakan pemberontakan itu adalah pemberontakan angkatan.
"Bahkan jika keadaan ekonomi di Libia tidak merupakan salah satu yang terburuk, kaum muda mencari harapan pada masa mendatang," kata Martinelli seperti dikutip kantor berita keagamaan Misna. "Ada penekanan terhadap pengunjuk rasa, tapi harus dikatakan bahwa unjuk rasa itu juga sangat meledak-ledak," kata Martinelli.
Ia mengatakan masyarakat keagamaan di negara itu menghadapi masa sulit keguncangan, karena jumlah tinggi orang luka dan adegan mengenaskan.
"Saya menyampaikan imbauan tulus kepada badan antarbangsa dan mereka dengan tanggung jawab politik dan militer untuk segera melakukan pembicaraan, yang akan menghentikan penggunaan senjata," katanya kepada jemaat di Vatikan.
"Saat dihadapkan dengan berita yang lebih mengemparkan dari Libia, keprihatinan saya meningkat atas keselamatan dan keamanan penduduk, seperti ketakutan saya akan keadaan, yang berkembang akibat penggunaan senjata," katanya.
"Pada saat ketegangan tertinggi, menjadi lebih mendesak untuk menggunakan setiap cara diplomatik dan mendukung tanda terlemah sekalipun dari keterbukaan dan kemauan rujuk dari semua pihak, yang terlibat," tambahnya.
Dalam pidatonya itu, Paus juga menyebut kerusuhan di seluruh wilayah tersebut. "Pikiran saya mengarah ke pihak berwenang dan warga Timur Tengah, tempat terjadi berbagai kekerasan bahwa jalan damai dan rujuk juga dapat dipilih untuk keberadaan bersama secara adil dan persaudaraan," katanya.
Sesudah gerakan tentara antarbangsa untuk memberlakukan wilayah larangan terbang di Libia, Paus pada Minggu lalu mendesak pemimpin dunia menjamin keselamatan rakyat Libya dan menjamin bantuan kemanusiaan.
Harian resmi Vatikan Osservatore Romano sebelumnya menyatakan Prancis tergesa-gesa melancarkan gerakan tentara terhadap pemimpin Libia Moamar Khadafi dan mengatakan terdapat kebingungan besar dalam siasat.
Pendeta utama Gereja Katolik di Libia Giovanni Innocenzo Martinelli, pada pekan lalu menyatakan pemberontakan itu adalah pemberontakan angkatan.
"Bahkan jika keadaan ekonomi di Libia tidak merupakan salah satu yang terburuk, kaum muda mencari harapan pada masa mendatang," kata Martinelli seperti dikutip kantor berita keagamaan Misna. "Ada penekanan terhadap pengunjuk rasa, tapi harus dikatakan bahwa unjuk rasa itu juga sangat meledak-ledak," kata Martinelli.
Ia mengatakan masyarakat keagamaan di negara itu menghadapi masa sulit keguncangan, karena jumlah tinggi orang luka dan adegan mengenaskan.
TV Libya: Gaddafi Berada di Kompleks Tripoli
Tunis - Stasiun televisi negara Libya, Ahad (27/3), menyiarkan tayangan langsung mengenai Muamar Gaddafi, yang berada di mobilnya di kompleksnya di Tripoli --tempat ratusan pendukung mengibarkan bendera hijau dan meneriakkan slogan.
Gaddafi tak bisa dilihat di dalam mobil warna putih, tapi stasiun televisi tersebut menyatakan pemimpin Libya itu berada di dalamnya.
Tayangan singkat tersebut memperlihatkan beberapa pengawal mendorong pendukung agar mereka tidak terlalu dekat dengan mobil itu.
Gaddafi belum memperlihatkan diri di televisi sejak ia berpidato pada Selasa (22/3).
Pasukan pemrotes di Libya, Ahad, mendesak ke arah barat untuk merebut kembali sejumlah kota kecil dari pasukan pro-Gaddafi saat mereka mundur akibat tekanan dari serangan udara Barat.
Pemrotes Libya mendesak ke arah barat menuju Tripoli, setelah mereka mendapat peluang pada Ahad dan gerakan mereka ke arah Sirte kian kuat sementara kota kelahiran Gaddafi digempur oleh serangan udara koalisi.
Pengejaran pemrotes terhadap pasukan Gaddafi membuat mereka menguasai kembali kota kecil penting penghasil minyak, Ras Lanuf, dan mereka bergerak terus ke arah Nofilia sementara kota kelahiran Gaddafi, Sirte, berjarak 100 kilometer lagi.
Dua suara ledakan keras terdengar pada Ahad, sekitar pukul 18:00 GMT (Senin, pukul 02:00 WIB), di Sirte, saat beberapa pesawat terbang di atas kota tersebut. Sementara itu di ibukota Libya, Tripoli, suara ledakan dan tembakan senjata anti-pesawat juga dilaporkan terdengar.
Tak lama setelah ledakan di Sirte, stasiun televisi Libya mengkonfirmasi kota itu telah jadi sasaran serangan udara, seperti yang telah dialami oleh Tripoli.
Beberapa saksi mata di ibukota Libya mengatakan serangan udara ditujukan terhadap jalan menuju bandar udara 10 kilometer di luar kota tersebut, serta permukiman Ain Zara di pinggir timurnya.
Tampaknya senjata anti-pesawat tak beraksi di Sirte, sasaran berikutnya pasukan pemrotes saat mereka melanjutkan gerakan mereka menuju Tripoli.
Rakyat Tripoli Makin Sengsara
Jakarta (ANTARA News) - Di luar gedung kokoh yang tak mudah ditembus di kompleks Muamar Gadafi, kekurangan bahan bakar dan antrian tanpa ujung menambah suram keadaan di kota yang sudah berpekan-pekan dirongrong konflik.
Pasukan pemberontak bergerak maju dengan cepat ke arah kubu terbesar Gaddafi, dan rakyat biasa di ibukota Libya, Tripoli, tak peduli apa pun pandangan politik mereka, khawatir terhadap apa yang bakal terjadi.
Warga Tripoli hidup di tengah dentuman suara ledakan dan tembakan senjata antipesawat saat serangan udara Barat berlanjut, dan kenyataan baru telah membuat sebagian warga berani menyampaikan kekecewaan mereka secara terbuka.
"Situasi bertambah buruk dan parah. Saya orang yang sederhana. Saya tak tahu mengapa," kata Radwan, pria yang berusia 40-an tahun, saat ia mengantri untuk membeli bahan bakar di satu stasiun pompa bensin di Tripoli tengah.
Di satu stasiun pengisian bahan bakar di Tripoli, ratusan kendaraan membentuk antrian lebih dari satu kilometer pada Ahad (27/3). Pengendara yang sudah kelelahan menunggu selama berjam-jam untuk mengisi tangki kendaraan mereka.
Satu tanda sementara di stasiun pompa bensin lain bertuliskan, "Tak ada bensin hari ini. Cuma Tuhan yang tahu kapan (ada lagi)."
Kebanyakan orang menunggu dengan sabar, sementara mesin kendaraan mereka dimatikan. Sebagian duduk di bawah bayang-bayang pohon besar, sambil merokok. Satu mobil kehabisan bahan bakar di tengah jalan raya pantai, dan sekelompok pejalan kaki membantu pengemudi mendorong kendaraan itu.
Pemandangan serupa di beberapa bagian lain Tripoli dan kota kecil yang berdekatan. Jaringan pasokan kebutuhan pokok telah terganggu oleh berpekan-pekan pertempuran Arus pengungsi ke luar Libya hampir berarti bahwa toko roti tak memiliki tenaga kerja untuk membuat cukup banyak roti.
Libya adalah salah satu pengekspor minyak OPEC dan memiliki pengolahan atau pengilangan sendiri, tapi sektor itu telah sangat terganggu oleh konflik. Banyak prasarana kilang minyaknya telah rusak, dan produksi minyak telah merosot tajam.
Stasiun TV negara telah menjamin rakyat bahwa cadangan bahan bakar mencukupi, tapi seorang pejabat bidang energi mengakui kepada Reuters pekan lalu bahwa Libya perlu mengimpor lebih banyak pasokan untuk mengatasi kekurangan tersebut.
Pasukan pemberontak, yang berusaha menggulingkan Gaddafi dan berbesar hati oleh serangan udara Barat, telah mendesak dengan cepat ke arah Libya barat dalam beberapa hari belakangan. Mereka merebut kembali wilayah yang ditinggalkan oleh militer Gaddafi.
Kemarahan
Tripoli, yang berada di pantai Laut Tengah dan tempat tinggal sebanyak dua juta orang, adalah kota yang dibentengi paling kuat di Libya. Di sana ketidakpuasan tak ditoleransi oleh anggota milisi Gaddafi yang ditakuti.
Meskipun begitu, sebagian warganya sangat jelas kelihatan marah ketika didekati oleh wartawan pada Ahad (27/3).
"Stasiun televisi menyatakan Inggris dan Prancis ingin membawa pergi minyak kami, tapi saya berdiri di sini, saya tak bisa membeli bahan bakar buat mobil saya," kata seorang pria yang antri untuk membeli bensin.
"Mana minyak itu? Minyak apa yang mereka bicarakan?" ia mempertanyakan, sebagaimana dilaporkan wartawan Reuters, Maria Golovnina, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin.
Seorang pria lain, Sufiyah, sambil menggosok matanya yang berwarna merah setelah tidak tidur semalaman untuk antri di satu stasiun pompa bensin, menambahkan, "Saya telah menunggu sejak pukul 4 pagi. Tidak ada bensin. Saya sangat capek. Dan ya, saya marah. Banyak orang juga marah."
Kerusuhan juga telah mengganggu pasokan pangan di negara gurun tersebut, yang bergantung atas impor guna menutupi kebutuhan pangan rakyatnya.
Seorang perempuan, Fatima, yang berbaris untuk menerima jatah roti di satu permukiman, mengatakan sangat sulit untuk membeli minyak goreng, gula dan produk olahan lain. Fatima berusia 20-an tahun.
"Sebelum ini, keadaan normal tapi sekarang terjadi kekurangan. Itu dimulai dengan krisis satu bulan lalu, dan akan terus bertambah parah," kata Fatima. Ia mengatakan, menurut dia, harga bahan makanan penting seperti beras dan tepung telah melonjak setidaknya tiga kali lipat.
Ia menyatakan ia cuma diperkenankan membeli satu tas roti buat keluarganya setiap kali ia datang. Toko di Tripoli tampaknya memiliki simpanan yang mencukupi tapi banyak toko sudah tutup.
Harga roti sendiri telah sedikit berubah, kata orang. Kekurangan roti terutama terjadi karena terjadi pengungsian besar-besaran pekerja pendatang.
"Sebelumnya, roti berlimpah, sekarang tak ada. Kami tak punya pekerja sekarang, jadi sulit untuk membuat cukup banyak roti," kata Adil Mohammed Ali, pria muda yang bekerja di pabrik roti.
Ali Salim, pengemudi taksi yang masih muda, mengatakan ia tidak tahu apa yang mesti dharapkan tapi menuduh negara asing sebagai penyebab semua kesulitan itu.
"Saya telah menunggu selama empat jam. Saya harus melakukan ini setiap hari. Saya pengemudi taksi," katanya. "Tak seorang pun mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Besok itu semua dapat berubah. Itu semua disebabkan oleh negara asing yang ikut campur."
sumber : MICOM, Antara